1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lautan Indonesia yang terletak di garis katulistiwa merupakan suatu
kelebihan karena banyak jenis-jenis sumber daya laut yang mendiami di
sekitarmya. Di dorong dengan mempunyai iklim tropis. Sumber daya laut
yang sangat potensial mendorong untuk melakukan suatu pemanfaatn dan
pengolahan yang efektif. Munculnya alat penangkapan ikan merupakan suatu
bentuk pemanfaatan sumber daya laut yang digunakan. Alat penangkapan
ikan banyak ragam dan jenis-jenisnya, seperti jaring, perangkap,
gillnet, sero, pancing, payang, dan sebagainya. Alat penangkapan ikan
mempunyai kegunaan masing-masing disesuaikan dengan tingkah laku dan
sifat-sifat ikan. Ada berbagai karakteristik hidup ikan. Seperti yang
biasa hidup dipermukaan air(pelagis), kolom perairan, dan di dasar
perairan (domersal). Dalam perkembangannya jenis alat penangkapan
bertambah banyak dan semakin maju dengan munculnya berbagai teknologi
yang terbaru. Alat penangkapan ikan juga merupakan faktor utama dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada.
Salah satu jenis alat tangkap yang ada di Indonesia adalah bagan.
Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok
jaring angkat (liftnet). Ada beberapa jenis bagan di Indonesia,
diantaranya bagan tancap, bagan rakit, bagan perahu dan bagan
apung(bagan perahu). Seiring berkembangnya teknologi, nelayan lebih
menyukai bagan apung. Tujuan penangkapannya berupa jenis-jenis ikan
pelagis kecil. Bagian utama alat ini terdiri atas jaring bagan dan alat
bantu berupa cahaya. Ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif akan
datang dan berkumpul di atas jaring di dalam areal cahaya. Jika
diperkirakan jumlah ikan cukup banyak, jaring diangkat.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktek kunjungan pada bagan perahu ini adalah
agar kami sebagai Mahasiswa paham bagaimana metode pengoperasian alat
tangkap bagan perahu ini, sehingga dalam penggunaannya sesuai dengan
kondisi sumberdaya ikan yang ada dalam suatu perairan, Serta mengetahui
ciri-ciri dari alat tangkap Bagan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bagan
Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap pasif yang
pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan dan mengangkat jaring
secara vertikal. Daerah penangkapan bagan apung adalah daerah perairan
dangkal sekitar pantai yang masih dapat dijangkau oleh jangkar, sehingga
bagan dapat ditambatkan.
Jenis ikan hasil tangkapan utama bagan adalah ikan teri (Stolephorus sp.) dan rebon (Mysis sp.).
Kedua jenis tangkapan tersebut merupakan organisme yang bersifat
fototaksis terhadap cahaya. Hasil tangkapan sampingannya berupa ikan
embang (Clupea sp.), layur (Trichiurus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), selar (Caranx sp.), cumi-cumi (Loligo sp.) dan sotong (Sephia sp.) (Monintja dan Martasuganda 1991).
Jaring angkat adalah suatu alat pengkapan yang cara pengoperasiannya
dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini
terbuat dari nilon yang menyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya
relatif kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak, dalam
pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik
ikan. Jaring ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap atau
dengan tangan manusia. Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size yang
sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil.
Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif.
Contoh jaring angkat adalah bagan perahu atau rakit (boat / raft lift),
bagan tancap, dan serok (scop net).
B. Perikanan Lampu ( Light Fishing )
Tertariknya ikan pada cahaya sering disebutkan karena terjadinya
peristiwa fototaxis. Cahaya merangsang ikan dan menarik ikan untuk
berkumpul pada sumber cahaya tersebut atau juga disebutkan karena adanya
rangsangan cahaya, ikan kemudian memberikan responnya. Peristiwa ini
dimanfaatkan dalam penangkapan ikan yang umumnya disebut light fishing
atau dari segi lain dapat juga dikatakan memanfaatkan salah satu
tingkah laku ikan untuk menangkap ikan itu sendiri. Dapat juga dikatakan
bahwa dalam light fishing, penangkap ikan tidak seluruhnya
memaksakan keinginannya secara paksa untuk menangkap ikan tetapi
menyalurkan keinginan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap.
Fungsi cahaya dalam penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan
sampai pada suatu catchable area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan alat jaring ataupun pancing dan alat-alat lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Penggunaan lampu untuk penangkapan ikan di Indonesia dewasa ini telah
sangat berkembang, sehingga di tempat-tempat yang terdapat kegiatan
perikanan laut, hampir dapat dipastikan terdapat lampu yang digunakan
untuk usaha penangkapan ikan. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian
batas optimum kekuatan intensitas cahaya telah menjadi salah satu pokok
bagian dari penelitian para ahli biologi laut kelautan. Ayodhyoa (1981)
mengatakan agar light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal, maka diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
- Mampu mengumpulkan ikan yang berada pada jarak jauh, baik secara horisontal maupun vertikal.
- Ikan-ikan tersebut diupayakan berkumpul ke sekitar sumber cahaya.
- Setelah ikan terkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada dalam area sumber cahaya pada suatu jangka waktu tertentu ( minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi ).
- Pada saat ikan-ikan tersebut berkumpul di sekitar sumber cahaya, diupayakan semaksimal mungkin agar ikan-ikan tersebut tidak melarikan diri ataupun menyebarkan diri.
Dilihat dari tempat penggunaannya dapat dibedakan antara lain lampu
yang dipergunakan di atas permukaan air dan lampu yang dipergunakan di
dalam air. Menurut Ayodhyoa (1976) perbandingan antara lampu yang
dipasang di atas permukaan air dengan lampu yang digunakan di bawah
permukaan air adalah sebagai berikut :
a. Lampu yang dinyalakan di atas permukaan air :
1. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menarik ikan berkumpul.
2. Kurang efisien dalam penggunaan cahaya, karena sebagian cahaya
akan diserap oleh udara, terpantul oleh permukaan gelombang yang
berubah-ubah dan diserap oleh air sebelum sampai kesuatu kedalaman yang
dimaksud dimana swiming layer ikan tersebut berada.
3. Diperlukan waktu yang lama supaya ikan dapat naik ke permukaan air
dan dalam masa penerangan, ikan-ikan tersebut kemungkinan akan
berserak.
4. Setelah ikan-ikan berkumpul karena tertarik oleh sumber cahaya dan
berada di permukaan, sulit untuk menjaga ikan tetap tenang, karena
pantulan cahaya pada permukaan air yang terus bergerak.
b. Lampu yang dinyalakan di bawah permukaan air :
1. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan ikan lebih sedikit.
2. Cahaya yang digunakan lebih efisien, cahaya tidak ada yang
memantul ataupun diserap oleh udara, dengan kata lain cahaya dapat
dipergunakan hampir seluruhnya.
3. Ikan-ikan yang bergerak menuju sumber cahaya dan berkumpul, lebih
tenang dan tidak berserakan, sehingga kemungkinan ikan yang tertangkap
lebih banyak.
Struktur lampu di dalam air sangat berbeda dengan lampu-lampu biasa
yang digunakan di atas permukaan air. Penetrasi cahaya pada perairan
sangat bergantung sekali terhadap kondisi perairan itu sendiri dan yang
paling menentukan adalah warna laut dan tingkat transparansi air. Warna
laut dalam hal ini berhubungan dengan jenis warna lampu yang dipancarkan
dari lampu itu sendiri. Warna lampu yang sinarnya dapat menembus
kedalaman tertinggi tentunya adalah warna lampu yang sejenis dengan
warna perairan pada waktu itu dan juga tergantung pada kondisi
perairannya. Semakin besar tingkat transparansi perairan semakin besar
pula tingkat kedalaman penetrasi sumber cahaya. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa warna cahaya yang baik digunakan pada light fishing adalah biru, kuning dan merah (Sudirman dan Mallawa, 2004).
C. Kuat Dan Kemampuan Penglihatan Ikan Dalam Air
Cahaya yang masuk ke dalam air akan mengalami pereduksian yang jauh
lebih besar bila dibandingkan dalam udara. Hal tersebut terutama
disebabkan adanya penyerapan dan perubahan cahaya menjadi berbagai
bentuk energi, sehingga cahaya tersebut akan cepat sekali tereduksi
sejalan dengan semakin dalam suatu perairan. Pembalikan dan pemancaran
cahaya yang disebabkan oleh berbagai partikel dalam air, keadaan cuaca
dan gelombang banyak memberikan andil pada pereduksian cahaya yang
diterima air tersebut. Dengan demikian daya penglihatan ikan banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut (Gunarso, 1985).
Kemampuan mengindera dari mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat
pada hampir ke seluruh bagian dari lingkungan sekelilingnya. Hanya suatu
daerah sempit pada bagian sebelah belakang ikan yang tidak dapat
dicakup oleh luasnya area yang dapat dilihat oleh ikan, daerah sempit
ini dikenal sebagai “dead zone.” Sedangkan untuk jarak penglihatan,
tidak hanya tergantung pada sifat indera penglihat saja, tetapi juga
pada keadaan penglihatan di dalam air. Pada kejernihan yang baik dan
terang maka jarak penglihatan untuk benda-benda yang kecil tergantung
pada kemampuan jelasnya penglihatan mata, misalkan pada jarak dimana
titik-titik yang letaknya bersekatan, dapat dibedakan sebagai dua titik
dan tidak sebagai satu titik ataupun kabur kelihatannya. Dalam keadaan
tertentu, beberapa jenis ikan yang berukuran besar mempunyai kemampuan
untuk bisa melihat benda-benda yang agak besar dan berwarna kontras
dengan latar belakangnya pada jarak beberapa puluh meter. Anak-anak ikan
mempunyai daya penglihatan yang sangat dekat. Seekor anak ikan atherina
berukuran 2 cm dapat membedakan benda-benda pada jarak 20 cm, sedangkan
yang berukuran 0,8 cm hanya mampu membedakannya pada jarak 6-8 cm.
Dalam keadaan perairan yang keruh, kemampuan daya penglihatan ikan pada
suatu objek yang terdapat di dalam air akan sangat jauh berkurang. Namun
tidaklah mengherankan beberapa jenis ikan mampu mempertahankan hidupnya
ketika mata ikan tersebut menjadi buta (Gunarso, 1985).
Berbagai jenis ikan yang banyak dijumpai pada lapisan air yang
relatif dangkal, banyak menerima cahaya matahari pada waktu siang hari
dan pada umumnya ikan-ikan yang hidup di daerah tersebut mampu
membedakan warna sama halnya dengan manusia sedangkan beberapa jenis
ikan yang hidup di laut dalam, dimana tidak semua jenis cahaya dapat
menembus, maka banyak diantara ikan-ikan tersebut tidak dapat membedakan
warna atau buta warna. Ketajaman warna yang dapat dilihat oleh mata
ikan juga merupakan hal penting. Pada kenyataannya, sesuatu yang mampu
diindera oleh mata ikan memungkinkan ikan tersebut untuk dapat
membedakan benda-benda dengan ukuran tertentu dari suatu jarak yang
cukup jauh. Semakin kabur tampaknya suatu benda bagi mata ikan, maka hal
tersebut menyatakan bahwa kemampuan mata ikan untuk menangkap
kekontrasan benda terhadap latar belakangnya semakin berkurang (Gunarso,
1985).
Ikan sebagaimana jenis hewan lainnya mempunyai kemampuan yang
mengagumkan untuk dapat melihat pada waktu siang hari yang berkekuatan
penerangan beberapa ribu lux hingga pada keadaan yang hampir gelap
sekalipun. Struktur retina mata ikan yang berisi reseptor dari indera
penglihat sangat bervariasi untuk jenis ikan yang berbeda. Pada ikan
teleostei memiliki jenis retina duplek, dengan pengertian bahwa dalam
retina ikan tersebut terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan rod dan
kon. Pada umumnya terjadi distribusi yang berbeda dari kedua jenis
reseptor tersebut, yang biasanya erat hubungannya dengan pemanfaatan
indera penglihatan ikan dalam lingkungan hidupnya. Untuk berbagai jenis
ikan pelagis sebagaimana dijumpai pada berbagai jenis ikan dari keluarga
Clupeidae, ikan-ikan tersebut memiliki pengkonsentrasian kon yang
sangat padat pada area antara ventro-temporal yang dibatasi oleh “area
temporalis”. Pada Sardinops caerulea dan Alosa sapidissimn,
area temporalis tersebut sangat jelas dan bahkan pada jenis ikan ini
reseptor hampir seluruhnya hanya terdiri dari kon saja, rod hampir tidak
ada atau tidak ada sama sekali (Gunarso, 1985).
Jenis ikan yang aktif pada siang hari, umumnya mempunyai kon yang
tersusun dalam bentuk barisan ataupun dalam bentuk empat persegi. Pada
umumnya ikan-ikan yang memiliki kon dalam bentuk seperti ini adalah
jenis ikan yang intensif sekali menggunakan indera penglihatnya,
biasanya ikan-ikan tersebut termasuk dalam jenis ikan yang aktif memburu
mangsa. Untuk jenis-jenis ikan yang aktif pada malam hari atau jenis
ikan yang hidup pada lapisan dalam, banyaknya kon sangat kurang atau
tidak ada sama sekali dan kedudukan kon tersebut digantikan oleh rod
(Gunarso, 1985).
Retina dengan seluruh reseptornya terdiri dari rod banyak dijumpai
pada jenis-jenis ikan bertulang rawan, walau beberapa diantaranya masih
dijumpai adanya kon pada retina mata ikan-ikan tersebut. Retina yang
keseluruhannya terdiri dari rod juga banyak dijumpai pada berbagai ikan
teleostei yang hidup di laut dalam. Hasil penghitungan banyaknya rod
pada beberapa jenis ikan laut dalam, menunjukkan jumlah yang lebih dari
25 juta rod/mm retina. Hal ini menunjukkan bahwa mata jenis ikan laut
demersallah yang mempunyai tingkat sensitifitas tertinggi. Ikan-ikan
pelagis yang memangsa makanannya yang berupa plankton, pada umumnya
jenis ikan ini mempunyai distribusi kon yang sangat padat pada bagian
ventro-temporal yang menunjukkan kemampuan untuk melihat kedepan dan ke
arah atas. Sedangkan jenis ikan pelagis yang berasal dari perairan yang
cukup dalam biasanya justru mempunyai retina yang seluruhnya dipenuhi
oleh rod saja dan bentuk mata ikan-ikan tersebut cukup besar. Diantara
jenis ikan demersal yang biasanya memburu mangsa, memiliki retina yang
kaya akan kon pada bagian temporal, tapi terjadi perbedaan yang mencolok
sehubungan jumlah kon pada bagian-bagian retina yang lain, seperti
halnya pada jenis predator pelagis yang mempunyai kemampuan melihat arah
lurus ke depan. Contoh untuk jenis ikan ini antara lain adalah Cod, Coalfish dan keluarga Labridae (Gunarso, 1985)
3. METODE PRAKTEK
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam menyusun laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi (Pengamatan Langsung)..
2. Metode penelitian yang digunakan pada praktikum ini adalah
metode deskripsi yang mana memaparkan data-data yang diperoleh lewat
tabel, gambar dan penjelasan yang didapat dalam pelaksanaan kunjungan
praktek.
A. Waktu dan tempat
1. Waktu dan Tempat Kunjungan
Waktu kunjugan dilaksanakan yaitu pada :
Hari/ Tanggal : Sabtu – minggu, 04 Juni 2011 sd 05 Juni 2011
Waktu : pukul 17.00 sampai dengan Pukul 06.30
Tempat : Kapal Bagan milik Juragan bagan “Umar”.
2. Keadaan Umum Lokasi Praktikum
Di sekitaran perairan Arar Gas, Di mana disana terlihat banyak
terdapat tanaman bakau yang membentuk pulau-pulau kecil, juga bagus
sebagai tempat fishing ground bagi ikan-ikan pelagis.
B. Alat Dan Bahan
alat dan bahan yang kami bawa dalam pelaksanaan berupa, Hp, Alat
tulis, buku, air minum, beras,gula,susu,kopi, rokok, minyak goreng, dn
lain-lain.
- 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Alat Tangkap
Pemilik Bagan perahu yang kami kunjungi ini adalah seorang juragan bagan yang bernama Umar.
Berbeda halnya dengan dengan bagan apung biasa, Bagan ini memiliki
ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak lebih kokoh serta
jumlah lampu yang digunakan yaitu sebanyak 24 unit lampu. Satu unit
bagan ini terdiri atas beberapa komponen utama yang saling terkait satu
sama lain. Komponen tersebut adalah : perahu, rangka semang, Tiang
Perahu, bingkai jaring, roller, generator set (genset),lampu, dan rumah
bagan.
- Perahu
Satu unit bagan ini terdiri atas dua perahu, yaitu perahu utama (main boat) dan perahu pengantar. Perahu utama berfungsi sebagai penyangga bagunan bagan dan tempat semua proses penangkapan dilaksanakan. Perahu utama berbentuk pipih memanjang dengan dimensi Panjang bagan 17×17 meter, Lebar Badan 2 m, Tinggi 4 m,dan lebar masing-masing semang yaitu semang kiri 7,5 meter dan semang kanan 7,5 meter, dimana bentuk haluan dan buritan sama. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu Linggua, dan kayu besi. Perahu ini dilengkapi dengan jangkar beton dengan ukuran panjang 1,5 meter dan berat kurang lebih 150 kg.
Kapal ini tidak dilengkapi dengan mesin penggerak. Perahu pengantar
merupakan perahu penarik (towing boat) yang berfungsi menarik bagan dari
fishing base ke fishing ground atau dari fishing ground yangsatu ke
fishing ground lainnya dan kembali ke fishing base. Perahu pengantar ini
juga digunakan sebagai pengangkut hasil tangkapan, mengantar jemput
nelayan, dan membawa bahan dan perlengkapan kebutuhan operasional bagan
dari fishing base ke fishing ground dan sebaliknya. Perahu ini berbentuk
memanjang dengan dimensi Panjang Perahu 8 meter, Lebar badan 1 meter.
Jenis mesin yang digunakan adalah mesin dengan berkekuatan 24 PK dengan 1
baling-baling, dan mesin ini menggunakan bahan bakar minyak tanah yang
dicampur dengan oli
.
- Semang
Semang bagan ini dirangkai pada sisi kiri dan kanan kapal utama.Ukuran semang bagan yang digunakan 17 x 17 meter.Fungsi rangka pada Semang ini adalah : sebagai penyeimbang kapal, tempat menggantung jaring, menjaga keseimbangan perahu, tempat untuk melakukan setting dan hauling, tempat menggantungkan lampu, tempat dudukan roller, dan kegiatan lainnya (perbaikan jaring, sortir hasil tangkapan, memancing). Semang bagan perahu ini ditahan dengan 2 buah tiang terbuat dari kayu yang dipasang pada bagian tengah perahu utama. Tiang ini berbentuk persegi panjang dengan panjang masing-masing 6 meter, dan berdiameter 15 cm tempat mengikat kawat baja (Tali tamberan) sebagai penyangga rangka bagan. Jumlah kawat baja yang digunakan 100 buah dengan panjang setiap kawat baja berkisar 6 m, bergantung pada jarak tiang dengan rangka bagan. Pemasangan kawat baja diusahakan menyebar agar kedudukan semang bagan lebih kuat, dan rata.
- Lampu
Lampu yang digunakan bagan ini adalah lampu mercury dan lampu pijar. Banyaknya lampu yang digunakan adalah 24 unit lampu. Jumlah watt dan warna lampu bagan yang digunakan selama beroperasi adalah lampu 20 volt, 24 volt hingga 160 volt. dengan menggunakan warna kuning dan putih. 4 buah Lampu warna kuning 160 volt, lampu di pasang setinggi 4 m di bagian depan, dan belakang kapal. 8 buah lampu warna putih dipasang setinggi 3 m pada rangka kapal menghadap ke depan. Lampu bagian luar depan ini berfungsi menarik kawanan ikan pada jarak yang jauh. 8 buah lampu warna putih masing-masing 20 volt dan 24 volt ditempatkan di bawah rangka bagan dan berfungsi mengkonsentrasikan ikan di catchable area. Setiap bola lampu dilengkapi dengan reflektor terbuat dari wajan (aluminium)/seng plat dengan diameter 30 cm, kecuali lampu fokus ditempatkan dalam wadah berbentuk silender yang menurut para ABK bagan dinamakan dengan tabung kode agar cahaya lampu terfokus pada perairan. Total jumlah lampu yang digunakan pada bagan perahu ini adalah 20 buah dan 4 buah lampu sebagai cadangan.
- 4. Rumah Bagan
Rumah bagan pada bagan apung (bagan perahu) ini di tempatkan di atas
perahu utama dan berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 3
meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Rumah bagan ini berfungsi
sebagai tempat istirahat, tempat panel lampu dan saklar, genset, dan
peralatan lainnya.
- Roller
Terdapat 3 (tiga) jenis pemutar, yaitu :- Roller untuk bingkai jaring, berfungsi untuk menurunkan atau menarik bingkai jaring pada saat setting dan hauling. Roller ini dipasang pada sisi kiri dan kanan bagian tengah rangka bagan, tingginya 1 m. Panjang tali roller ini antara 20 ampai 25 meter. Ukuran diameter tali roller 2 cm terbuat dari bahan polyethylen (PE). tangkai untuk memutar roller masing-masing 2 buah dengan panjang 1 meter, roller untuk bingkai jaring berjumlah 4 buah.
- Roller untuk tali jangkar, berfungsi untuk menurunkan dan menarik
tali jangkar. Roller ditempatkan pada bagian depan perahu utama,
panjangnya 1,5 m, tinggi 1 m. Pada roller ini dibuat handle pemutar (tangkai untuk memutar roller) sebanyak 2 buah pada masing-masing sisi luar yang panjang pemegangnya 1 m. Pada roller ini disiapkan tali jangkar dengan panjang sekitar 300 meter yang terbuat dari bahan polyethylen (PE). - Roller pemberat, berfungsi untuk menarik dan menurunkan batu arus. Batu arus ini beratnya 25-30 kg berfungsi untuk menahan bingkai jaring pada saat arus kencang sehingga bingkai jaring tetap berada di bawah rangka bagan. Roller pemberat berjumlah 4 buah, 2 buah di depan dan 2 buah dibelakang. Tinggi roller 50 cm, dan panjang 60 cm. Tali yang digunakan pada roller ini terbuat dari polyethylen (PE) dengan panjang 50 m.
- Jaring
Bingkai jaring berbentuk segi empat terbuat dari kayu papan dan bambu dengan panjang 7 m. Kayu dan bambu ini disambung satu dengan yang lain sesuai dengan panjang dan lebar mulut jaring dan rangka bagan. Bingkai jaring berfungsi sebagai tempat mengikat jaring, pemberat, dan tali penggantung yang dihubungkan dengan roller jaring. Pada setiap sudut bingkai jaring diikatkan batu, demikian juga sisi bingkai jaring diikatkan 3 buah batu yang beratnya 15 . 20 kg.
Jaring pada bagan ini berbentuk seperti kelambu terbalik dan
terbuatdari bahan waring hitam (polypropylene). Bagian tepi jaring
dipasang tali ris terbuat dari bahan polyethylen (PE) sebagai penguat
pinggiran jaring. Mesh size 5 mm(0,5 cm). Jaring diikatkan pada bingkai
jaring dengan ukuran panjang, lebar dan dalam masing-masing 25 x 25 x 13
m.
- Genset
Sumber tenaga untuk menyalakan lampu pada bagan ini menggunakan genset yang dipasang dalam lambung kapal. Kapasitas daya genset yang digunakan 5 KVA, dengan daya kerja maksimum 2400 rpm 24 pk.
- Alat bantu Lainnya
Peralatan lain yang ada pada bagan ini adalah alat bantu dalam
memperlancar operasional antara lain Pelampung, radio komunikasi (HP),
keranjang, peti, dan serok. Keranjang berfungsi sebagai wadah hasil
tangkapan setelah disortir. bagan mempunyai 20 buah keranjang. Selain
alat tersebut di atas, alat lain adalah serok yang berfungsi mengangkat
hasil tangkapan dari jaring ke atas perahu. Serok ini mempunyai ukuran
panjang 3 meter dengan diameter bukaan mulut 50 cm, dan tinggi jaring 60
cm dengan mesh size 0,5 cm terbuat dari bahan poliethylen.
B. Persiapan Operasi Penangkapan
1. Persiapan di Darat
Persiapan di darat sebelum melaut antara lain ;
- Perahu pengantar
- Minyak tanah 30 liter dicampur oli sebagai bahan bakar.
- Solar 30 liter, untuk bahan bakar Genset.
- Alat Pancing
- Air minum, minyak goreng, rokok, beras, bumbu dapur.
- Jumlah ABK 3 orang ditambah ABK yang berada di kapal utama 2 orang, jadi jumlah ABK keseluruhan 5 orang.
2. Persiapan Di Laut
Persiapan di laut yaitu Penentuan tempat Fishing ground sebagai
daerah operasi penangkapan, dengan menggunakan perahu pengantar.
Kemudian menyiapkan alat dan bahan yang di perlukan untuk melakukan
pengoperasian alat. Apabila hari sudah malam Lampu dinyalakan, yaitu
lampu bagian depan kapal yang berjumlah 10 unit lampu. Dalam hal ini
untuk mengajak ikan berkumpul, memerlukan waktu hingga ikan-ikan
mendekati bagan. Kemudian adapun persiapan lain yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
- Persiapan Pemasangan Lampu di bagian sisi kiri dan kanan bagan
- Mempersiapkan alat pancing (hand Line), dan memancing ikan-ikan yang berada di sekitar bagan.
- Memantau ikan-ikan masuk ke bagan dan menyalakan lampu pada sisi-sisi bagan.
C. Operasi Penangkapan
1. Setting
Setting dilakukan 2 kali, yaitu pada malam hari dan pada subuh hari.
- Setting Pertama
Penurunan Jaring pertama dilakukan pada pukul 24.00 malam atau pada
jam 12 malam, proses dilakukannya setting selama 4 menit, yaitu dari
menurunkan jaring dengan memutar alat penggulung tali jaring oleh ABK,
membuka bingkai jaring, menurunkan batu arus, menurunkan pemberat,
hingga pemasangan dan menyalakan lampu pada sisi-sisi tengah bagan.
- Setting Kedua
Penurunan jaring Kedua dilakukan pada hari minggu dini hari pukul
05.00 pagi atau pada jam 5 pagi. Proses settingnya selama 4 menit, yaitu
sama prosesnya seperti pada setting yang pertama, dari menurunkan
jaring dengan memutar alat penggulung tali jaring oleh ABK, membuka
bingkai jaring, menurunkan batu arus, menurunkan pemberat, hingga
pemasangan dan menyalakan lampu pada sisi-sisi tengah bagan.
2. Perendaman
a. Perendaman pada Setting Pertama
Perendaman pada setting pertama dilakukan dari pukul 24.04 malam
sampai dengan pukul 24.34 malam, jadi lamanya perendaman yaitu selama 30
menit. Adapun ikan-ikan yang pertama muncul yaitu ikan make, kemudian
disusul ikan Ochi, ikan maskada, dan kemudian ikan Puri. Kedalaman
perendaman jaring adalah 15 meter.
- Perendaman pada Setting Kedua
Perendaman pada setting kedua dilakukan dari pukul 05.04 pagi sampai
dengan pukul 05.36 pagi, jadi lamanya perendaman yaitu selama 32 menit.
Dangan kedalaman jaring pada saat perendaman yaitu 15 meter.
3. Houling
Houling (pengangkatan jaring) pada setting Pertama dilakukan pada
pukul 24.34 malam sampai pukul 24.40 malam, sehingga lamanya houling
pada setting pertama yaitu 6 menit. Sedangkan untuk houling pada setting
kedua dilakukan pada pukul 05.36 pagi sampai pukul 05.44 pagi, sehingga
lamanya houling pada setting kedua yaitu 8 menit.
- Hal-hal yang dilakukan sebelum houling :
Apabila sudah terdapat banyak ikan yang berkumpul dibawah bagan atau
permukaan air, lampu mercury akan di padamkan satu per satu atau lampu
di matikan secara bergilir, sehingga menyisakan satu lampu yang menyala,
Ini berfungsi untuk menarik ikan ke permukaan yang menyala. Satu lampu
ini di masukan ke dalam suatu wadah atau tempat yang dinamakan dengan lampu kode. Lampu ini berdaya 8 watt. Lampu
kode ini berfungsi untuk meredupkan dan mengfokuskan cahaya pada daerah
tertentu, sehingga ikan-ikan akan berkumpul bergerombol semakin
mendekati daerah tersebut. Dengan demikian jaring diangkat dan ikan-ikan
akan terjerat di dalam jaring.
D. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan ikan.
No. |
Houling Pertama
|
||
Nama Ikan
|
Nama Latin
|
Jumlah Tangkapan
|
|
1.
|
Ikan Puri
|
Stolephorus sp
|
3 keranjang(basket)
|
2.
|
Ikan maskada(make)
|
Sardinella sp
|
4 keranjang
|
No.
|
Houling Kedua
|
||
Nama Ikan
|
Nama Latin
|
Jumlah Tangkapan
|
|
1.
|
Ikan make
|
Sardinella sp
|
2 keranjang
|
2.
|
Ikan Puri
|
Stolephorus sp
|
4 keranjang
|
Total Tangkapan = 13 Keranjang |
Dari tabel hasil penangkapan ikan yang didapat di atas kita bisa
melihat bahwa ikan didapat yaitu ikan puri (Stolephorus sp) dan ikan
maskada(make), dengan total tangkapan untuk ikan Puri sebanyak 7
keranjang, dan ikan make sebanyak 6 keranjang dari 2 kali operasi
penangkapan. Di mana pada houling pertama hasil tangkapan untuk ikan
puri adalah sekitar 3 keranjang, dan houling keduanya adalah 4
keranjang. Sedangkan untuk hasil tangkapan ikan make pada houling
pertama hasil tangkapannya adalah 4 keranjang, dan houling keduanya
sekitar 2 keranjang, sehingga total hasil tangkapn ikan adalah sebanyak
13 keranjang.
E. Kondisi Meteorologi dan Oseanografi pada Perairan
Adapun kondisi perairan pada sore hari cuaca cerah, dengan angin yang
bertiup sedang, dan kecepatan arus kecil serta gelombang kecil. begitu
pula pada malam hari cuaca sangat baik untuk melakukan pengoperasian
alat tangkap, angin bertiup sedang(agak kencang) dan kecepatan arus
sedang (agak kencang) serta gelombang kecil. Kemudian pada subuh dini
hari keadaan cuaca hujan gerimis, angin bertiup sedang, dan kecepatan
arus sedangagak kencang) serta gelombang yang kecil.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Untuk ukuran bagan yang kami kunjungi memiliki dimensi panjang 17
meter, dengan lebar badan 2 meter, panjang semang/sayap kiri dan kanan
masing-masing 17 meter dan lebar semang/sayap kiri dan kanan
masing-masing adalah 7,5 meter, kemudian untuk jumlah anak buah kapal
(ABK) adalah 5 orang.
Untuk pengoperasian alat tangkap bagan, setting dilakukan sebanyak 2
kali, setting Pertama dilakukan pada pukul 24.00 malam, proses penurunan
jaring selama 4 menit,dengan perendaman jaring selama 30 menit pada
kedalaman perendaman 15 meter, dan houling pada pukul 24.34 malam.
Kemudian untuk setting yang kedua dilakukan pada pukul 05.00 pagi,
proses settingnya selama 4 menit, dengan kedalaman perendaman 15 meter
dan lama perendaman selama 32 menit, serta houlingnya pada pukul 05.36
pagi.
Adapun hasil ikan yang di peroleh dalam penangkapan yaitu ikan make
sebanyak ± 6 basket (keranjang), dan ikan Puri sebanyak ± 7 basket,
sehingga total hasil tangkapan ikan pada praktek kunjungan ini adalah
sebanyak ± 13 keranjang.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Tama. Yogyakarta.
Mallawa Achmar, and Sudirman. Tehnik Penangkapan Ikan. 2004. Rineka Cipta.